TEMPO.CO, Jakarta - Selain menghadirkan 15 saksi dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), tim kuasa hukum Prabowo Subianto - Sandiaga Uno juga menghadirkan dua saksi ahli. Berikut keterangan dua saksi ahli tim hukum Prabowo - Sandiaga.
Baca: Poin Bantahan Bawaslu Atas Gugatan Sengketa Pilpres Kubu Prabowo
1. Saksi Ahli Jaswar Koto
Ahli biometric software development ini mengatakan bahwa terdapat pola kesalahan input data pada sistem Situng milik KPU yang merugikan pasangan capres-cawapres nomor urut 02.
Jaswar mengatakan, pola kesalahan hitung dalam sistem Situng cenderung menggelembungkan jumlah perolehan suara pasangan Joko Widodo atau Jokowi - Ma'ruf Amin dan mengurangi suara pasangan Prabowo - Sandiaga. "Pola kesalahan hitung pada Situng mengacu pada penggelembungan suara 01 dan pengurangan pada (suara) 02," kata Jaswar dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis 20 Juni 2019.
Baca: Sidang MK, Saksi Prabowo Diminta Fokus Saat Menjawab Hakim
Jaswar memaparkan analisis yang ia lakukan sebagai contoh. Dari 63 TPS yang dipilih secara acak terjadi kesalahan input data, yakni terdapat perbedaan antara data angka di situng dengan rekapitulasi formulir C1 milik KPU.
Berdasarkan analisis, dugaan kesalahan input data terdapat penambahan jumlah perolehan suara pasangan Jokowi - Ma'ruf Amin sebesar 1.300 suara, sedangkan pasangan Prabowo - Subianto dikurangi 3.000 suara. Analisis itu juga, kata Jaswar, dilakukan selama dua kali untuk memvalidasi. "Ini pola kesalahan, meski KPU bilang sudah diperbaiki," kata Jaswar. "Dua kali kami menganalisa polanya 01 dimenangkan, 02 diturunkan," ujar dia.
Menurut Jaswar, kesalahan input pada Situng juga berpengaruh pada rekapitulasi berjenjang. Sebab, jumlah total suara pemilih pada situng dan rekapitulasi manual berjenjang menunjukkan angka yang sama.
2. Saksi Ahli Soegianto Sulistiono
Ahli kedua yang dihadirkan oleh tim hukum Prabowo Subianto - Sandiaga Uno adalah Soegianto Sulistiono. Ahli IT dari Unair ini menemukan adanya ketidaksesuaian antara data angka di sistem Situng milik KPU dengan formulir C1 yang diunggah. Artinya, data angka perolehan suara yang tercantum dalam Situng KPU, ada yang tidak dilengkapi dengan formulir C1. Sebab, menurut Soegianto, seharusnya data angka perolehan suara seharusnya dilengkapi juga dengan data C1 yang bisa diakses publik.
"Saya menemukan C1-nya tidak ada sedangkan teksnya (angka perolehan suara) ada. Dan kita menemukan ribuan dari web-nya situng," ujar Soegianto dalam sidang lanjutan sengketa hasil pilpres di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis dini hari tadi.
Baca: Pesan Mahfud MD untuk Keponakannya yang Bersaksi di Sidang MK
Soegianto mengatakan, pemantauan Situng ia lakukan 19 April 2019 atau dua hari setelah pemungutan suara. Snapshot atau pengambilan data di laman website Situng dilakukan sebanyak tiga kali sehari.
Pemantauan berhenti sementara pada tanggal 20 Mei 2019 sebelum KPU mengumumkan rekapitulasi hasil perolehan suara secara nasional. Menurut Soegianto, pada 1 Mei 2019 ditemukan 57 ribu data invalid di situs Situng. "Mungkin yang ramai pada saat tanggal 1 Mei itu. Saya menemukan 57 ribu yang saya istilahkan data invalid. Termasuk yang C1-nya tidak ada," ujar Soegianto.
Siang ini, sidang MK akan berlanjut dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari Komisi Pemilihan Umum selaku pihak termohon. Sidang akan dilanjutkan hari ini mulai pukul 13.00 WIB.